Dugaan Malpraktek di RS Fatmawati: Korban Menderita Cacat Permanen

MEDIATARGETKRIMSUS.COM
Jakarta, 28 Februari 2025 – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan GAKORPAN menuntut pengusutan tuntas dugaan malpraktek yang terjadi di RS Fatmawati pada tahun 2014. Kasus ini menimpa seorang pasien bernama SLC, anak dari Darwis Lubis (D.L), yang saat itu berusia 15 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SMP.

SLC didiagnosis menderita skoliosis dan disarankan menjalani operasi pemasangan pen oleh dokter ahli ortopedi berinisial LG. Operasi berlangsung selama tujuh jam, dari pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Sebelum operasi, kondisi SLC masih cukup baik; ia bisa berlari, bermain bola kasti, dan melakukan koprol, meskipun tulang punggungnya miring.

Namun, setelah operasi, kondisinya justru memburuk. Pasien mengalami pembengkakan, nyeri hebat, dan terpaksa dirawat lebih lama dibanding pasien lainnya. Setelah dilakukan rontgen di rumah sakit lain, ditemukan bahwa salah satu pen yang dipasang dalam operasi tersebut terlepas, menyebabkan tulang kembali bengkok secara drastis.

D.L selaku orang tua korban telah melaporkan kasus ini ke berbagai instansi terkait, namun tidak mendapatkan kejelasan. Upaya hukum pun ditempuh, termasuk rencana menggugat dokter LG dan Prof. SS yang terlibat dalam operasi tersebut.

Dalam pertemuan antara pihak keluarga dan RS Fatmawati, yang turut dihadiri oleh Wakil MK DKI Jakarta, rumah sakit menawarkan SLC untuk bekerja sebagai tenaga honorer sambil menjalani pengobatan. Namun, tawaran ini ditolak oleh keluarga karena kondisi korban yang sudah sangat terbatas dalam bergerak.

D.L kemudian mengajukan gugatan perdata untuk meminta kompensasi atas kerugian yang dialami anaknya akibat dugaan kelalaian medis. Prof. Mahfud MD, saat menjabat sebagai Menkopolhukam, menegaskan bahwa kasus ini bisa ditindaklanjuti secara hukum melalui mekanisme Restorative Justice, dengan tuntutan ganti rugi akibat malpraktek kedokteran.

Menurut hasil investigasi yang dilakukan oleh tiga dokter ahli dari luar negeri, ditemukan adanya indikasi malpraktek yang menyebabkan kondisi korban semakin buruk. Sementara itu, RS Fatmawati justru mengalihkan ruang operasi tempat SLC menjalani prosedur tersebut menjadi ruang senam, diduga untuk menghilangkan jejak dugaan malpraktek.

Lebih lanjut, korban baru mengetahui pada tahun 2008 bahwa pen yang dipasang ternyata patah, sesuatu yang selama ini tidak pernah diungkap oleh dokter yang menangani kasusnya. Kondisi ini membuat korban mengalami cacat permanen, tidak dapat mengangkat beban lebih dari 5 kg, serta kehilangan masa depan dan cita-citanya.

D.L dan keluarga telah berupaya mencari keadilan sejak era pemerintahan Presiden Jokowi, namun tidak mendapatkan respons yang memuaskan. Kini, mereka meminta perhatian langsung dari Presiden Prabowo Subianto agar kasus ini dapat diusut tuntas dan ada pertanggungjawaban dari pihak terkait.

Kasus ini menjadi peringatan bagi dunia medis di Indonesia bahwa dugaan malpraktek harus ditangani dengan serius, demi melindungi hak-hak pasien dan mencegah kejadian serupa di masa depan.

Red : Media Target Kriimsus




SPONSOR
Previous Post Next Post
SPONSOR