Dugaan pemalsuan merek krupuk sanjai dengan penggunaan logo adat Minangkabau tanpa izin mengundang reaksi keras dari berbagai pihak. Seorang pengusaha krupuk sanjai asli Bukittinggi, berinisial MRSA, merasa dirugikan oleh keberadaan sebuah pabrik krupuk sanjai di Medan yang menggunakan logo adat Minangkabau secara ilegal.
Pabrik tersebut berlokasi di Jl. Pelajar Timur Gg. Kelapa No.19, Binjai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Sumatera Utara. Berdasarkan hasil investigasi LBH PERS Presisi GSN RPG 08 & BKN.FPN. DPP. GAKORPAN, pemilik pabrik yang berinisial IR diduga bukan berasal dari etnis Minang dan tidak memiliki hubungan dengan komunitas Minangkabau. Namun, mereka tetap menggunakan logo rumah adat Minang pada kemasan serta spanduk toko mereka.
Menurut Rusman Pinem, S.Sos, selaku perwakilan investigasi dari LBH PERS Presisi, tindakan ini telah merugikan pengusaha krupuk sanjai asli Bukittinggi dan mencemarkan nama baik kuliner khas Minangkabau. "Kami sangat menyesalkan adanya tindakan pemalsuan ini. Selain merugikan secara ekonomi, hal ini juga berdampak negatif terhadap citra usaha krupuk sanjai asli di masyarakat," ujarnya.
Kasus ini berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, khususnya Pasal 100-102 Ayat (1), yang melarang penggunaan merek terdaftar secara ilegal. Pelanggaran ini dapat dikenai hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.
Selain itu, kasus ini juga bisa dijerat dengan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang ITE Tahun 2014, yang mengatur larangan penggunaan hak cipta tanpa izin pemiliknya.
LBH PERS Presisi GSN bersama Bunda Tiur Simamora dari Komnas PPPA Investigasi meminta Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk pemerintah daerah Kota Medan dan instansi terkait, untuk segera menutup pabrik tersebut.
Mereka juga mengajak Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., yang menjabat sebagai Menteri Kebudayaan Republik Indonesia dan Ketua Umum Masyarakat Adat Minangkabau, untuk turun tangan dan memastikan perlindungan terhadap budaya serta usaha masyarakat Minangkabau.
"Kami berharap APH segera bertindak tegas terhadap dugaan penipuan ini demi menjaga marwah adat dan budaya Minang. Pengusaha harus berbisnis dengan jujur dan tidak mencaplok merek orang lain demi keuntungan pribadi," tegas Bunda Tiur Simamora.
Kasus ini kini menjadi perhatian berbagai pihak, dan masyarakat Minangkabau di seluruh Indonesia berharap agar keadilan dapat ditegakkan.
RED : MEDIATAGETKRIMSUS
Tags:
HUKRIM