TRAGEDI KEMANUSIAAN SAMPALI: LAHAN RAKYAT DIGUSUR UNTUK PROYEK ELIT, SUARA RAKYAT DILANGGAR


Sumatra utara | Mediatargetkrimsus.com


Deli Serdang,Tragedi kemanusiaan kembali terjadi di tanah air. Ratusan warga Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, menjadi korban penggusuran paksa di atas lahan eks HGU PTPN II seluas 52 hektare, termasuk lapangan bola rakyat seluas 4,8 hektare. Lahan tersebut kini dikuasai oleh pengembang Citra Land untuk pembangunan kawasan hunian elit.

Penggusuran dilakukan dengan pengerahan ratusan aparat dari Polres Deli Serdang, Satpol PP, dan sejumlah organisasi masyarakat. Alat berat seperti dozer dan beko menghancurkan rumah-rumah warga yang telah berdiri lebih dari 65 tahun. Sekolah PAUD, fasilitas umum, dan rumah ibadah ikut digusur. Warga dituding tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), meski mereka telah tinggal secara turun-temurun sejak era kolonial.

Ketua Umum DPP GAKORPAN, Dr. Bernard BBBI Siagian, SH, menyebut peristiwa ini sebagai tragedi berdarah yang melukai keadilan dan kemanusiaan. Bersama Ketua Tim Investigasi Hukum dan HAM, Bunda Farida Sebayang, ia menegaskan bahwa tindakan ini melanggar HAM dan prinsip dasar negara.

"Ini bukan sekadar penggusuran. Ini pelanggaran terhadap hak hidup rakyat kecil. Tanah yang telah dihuni selama puluhan tahun tiba-tiba direbut untuk kepentingan bisnis elit tanpa keadilan," tegas Bunda Farida.

Prof. Dr. Wilson Lalengke, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), membandingkan peristiwa ini dengan tragedi Rempang, Batam. "Keturunan Melayu di Deli Serdang kini mengalami nasib serupa. Digusur demi proyek properti mewah. Ini pelecehan terhadap Pancasila, UUD 1945, dan hak-hak konstitusional rakyat," ujarnya.

Mayjen TNI (Purn) Dr. W. Silitonga, kuasa rakyat Sampali, juga angkat bicara. Menurutnya, jika penggusuran paksa ini terus dibiarkan, akan menciptakan kekacauan sosial dan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemimpinnya sendiri.

Usulan Solusi: Koperasi Merah Putih dan Swakelola Rakyat

Sebagai solusi, Tim Investigasi mengusulkan agar lahan eks HGU tersebut tidak dijadikan HGB untuk pengembang, tetapi dikembalikan kepada rakyat melalui pengelolaan koperasi. Konsep "Koperasi Merah Putih" digagas sebagai lembaga swakelola rakyat demi ketahanan pangan dan kedaulatan ekonomi desa.

Farida menjelaskan bahwa setiap warga dewasa miskin berhak mendapatkan satu kavling (±400 m²) untuk tempat tinggal dan usaha. Sistem kepemilikan dilakukan melalui sewa kontrak jangka panjang dengan tarif terjangkau: Rp2 juta untuk 25 tahun atau Rp8 juta untuk 100 tahun.

"Negara akan mendapatkan pemasukan besar, sementara rakyat memiliki kepastian hak atas tanah. Bandingkan dengan kontrak HGU oleh korporasi besar yang hanya membayar Rp150 ribu per hektare," jelas Farida.

Konsep Tata Ruang untuk Rakyat

Dalam konsep tata ruang yang dit


SPONSOR
Lebih baru Lebih lama
SPONSOR