Aktivis Ingatkan Kejagung Potensi Pembungkaman Kemerdekaan Pers dengan Dalih Obstruction of Justice dan Pemberitaan Negatif
Jakarta, Kamis, 24 April 2025.
Jakarta, MediaTargetKrimsus.Com — Aktivis dan pegiat media, Hotman Samosir, mewanti-wanti potensi pembungkaman dan ancaman serius terhadap kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat serta marwah demokrasi dengan dalih obstruction of justice atau mengganggu konsentrasi penyidikan, permufakatan menggiring opini, pemberitaan negatif, serta narasi dan konten-konten negatif.
Hal itu dikatakannya menyoroti penetapan tersangka dan penahanan direktur pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, yang diduga melakukan permufakatan tindak pidana perintangan penyidikan (Obstuction Of Justice), narasi dan konten-konten negatif maupun pemberitaan negatif atas perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Aktivis ini mewanti-wanti Kejagung agar tidak serampangan menerapkan Pasal 21 tentang Obstruction Of Justice kepada Pers tanpa koordinasi dan konsultasi ke Dewan Pers. Begitu juga penilaian produk jurnalistik diasumsikan sendiri sebagai pemberitaan negatif atau opini negatif, narasi dan konten negatif, yang mana merupakan wewenangnya Dewan Pers. Menurutnya, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, levelnya sederajat dan sama-sama Lex Specialis.
Diketahui, pada tahun 2019, Kejagung dan Dewan Pers membuat Memorandum of Understanding (MoU) disepakati kerja sama antara Kejagung dengan Dewan Pers dalam kegiatan koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dalam mendukung bidang penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan Pers. Kesepakatan tersebut termaktub dalam Pasal 2 MoU nomor 01/DP/MoU/II/2019:KEP.040/A/JA/02/2019 tentang Koordinasi Dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia.
"Saya sangat mendukung pemberantasan korupsi. Di sisi lain, kita perlu menyoroti dan memperjelas status tersangka dan penahanan direktur pemberitaan Jak TV oleh Kejagung. Saya hanya mengingatkan bahwa Undang-undang Pers itu lex specialis, bukan lex generalis. Kejagung tidak bisa dengan serampangan menilai produk jurnalistik melanggar Undang-undang, Kode Etik Jurnalistik dan aturan turunannya. Jangan ada yang merasa lex superior di antara kita," kata Hotman Samosir dalam keterangannya, Rabu (23/4/2025).
Menurut aktivis dan pegiat media ini, ada prosedur dan tahapan yang harus dilakukan oleh Kejaksaan Agung untuk menetapkan insan Pers sebagai tersangka tindak pidana atas profesinya. Nota kesepakatan atau MoU yang disepakati Kejagung dan Dewan Pers harus dilaksanakan ketika berhadapan dengan Pers dalam penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan Pers. Kejaksaan Agung harusnya berkoordinasi dan konsultasi terlebih dulu dari lembaga yang berwenang. Tidak sewenang-wenang langsung menetapkan sebagai tersangka dan menahan insan pers.
"Bukan berarti kebal hukum tetapi insan Pers tidak bisa dipidana sepanjang menjalankan profesinya berdasarkan Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Kejagung tidak punya wewenang menilai produk jurnalistik, itu wewenangnya Dewan Pers. Ketika Dewan Pers menyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik, baru kemudian APH bisa melakukan fungsinya. Pengecualian untuk pidana murni, seorang insan pers bisa langsung diproses dan ditetapkan tersangka oleh APH jikalau delictum tersebut di luar dari profesinya," katanya menambahkan.
Lebih lanjut, aktivis ini menyoroti penerapan pidana obstruction of justice pada Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Kejagung kepada Pers. Pasal karet tersebut bisa menjadi senjata pamungkas untuk menekan dan membungkam media dan kebebasan berpendapat, terutama media-media, pengamat dan masyarakat yang getol menyuarakan kritik terhadap proses penegakan hukum di Indonesia.
"Ini menjadi preseden buruk dan ancaman serius terhadap kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat serta demokrasi. Dikhawatirkan ke depannya, dengan dalih telah melakukan obstruction of justice, pemberitaan negatif, menggiring opini, narasi dan konten-konten merintangi kerja dan menjatuhkan APH and so on, dipakai sebagai alat untuk membungkam dan menetapkan tersangka para insan pers, pengamat, pemerhati, dan masyarakat atau media dan kelompok tertentu yang berseberangan dengan penguasa dan pengkritik penegakan hukum," pungkas Hotman Samosir mengingatkan semua pihak.
Diketahui sebelumnya, direktur pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar bersama dua advokat ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice. Penyidik Jampidsus Kejagung dalam keterangannya mengatakan, menemukan bukti bahwa dua advokat tersebut meminta Tian Bahtiar melalui media Jak TV untuk menyebarkan narasi dan konten negatif terhadap pengusutan kasus korupsi yang tengah dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
"Mereka jelas bertujuan membentuk opini negatif, seolah-olah yang sedang ditangani oleh penyidik Kejagung tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan, atau minimal mengganggu konsentrasi penyidik," Kata direktur penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar di gedung Kejagung, Jakarta selatan, Selasa (22/4/2025).
Menurut penilaian jaksa, konten-konten yang dipublikasikan melalui Jak TV, media sosial dan media online tersebut menimbulkan perspektif negatif bagi publik terhadap Kejaksaan Agung serta merugikan hak-hak para tersangka atau terdakwa yang dibela oleh advokat JS dan MS. Kejaksaan Agung juga telah menyita sejumlah barang bukti dari tersangka advokat MS.
Atas perbuatan tersebut, direktur pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar bersama dua tersangka lainnya, disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Tian Bahtiar bersama dua tersangka lainnya diduga melakukan obstruction of justice untuk tiga kasus korupsi, yakni kasus dugaan korupsi PT Timah, impor gula dan dugaan suap penanganan ekspor Crude Palm Oil (CPO) tiga korporasi, yakni PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan PT Permata Hijau Group.
Sebelumnya, ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu merespons penetapan tersangka direktur pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar dalam kasus obstruction of justice dan pemberitaan negatif. Dewan Pers menyatakan menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung. Pernyataan itu disampaikan usai bertemu dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin di gedung Kejagung, Jakarta Selatan.
"Kalau ada bukti-bukti yang cukup terkait tindak pidana, maka ini kewenangan penuh Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti prosesnya. Dewan Pers tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum," katanya dalam keterangannya di gedung Kejagung, Selasa (22/4/2025).
Diberitakan Oleh:
*(RS –Red)*
🌈🦋 🌈